Jumat, 29 Agustus 2014

Bisakah Kaubayangkan Rasanya jadi Aku

Kamu pernah menjadi bagian hari-hariku. Setiap malam, sebelum tidur, kuhabiskan beberapa menit untuk membaca pesan singkatmu. Tawa kecilmu, kecupan berbentuk tulisan, dan canda kita selalu membuatku tersenyum diam-diam. Perasaan ini sangat dalam, sehingga aku memilih untuk memendam.

Jatuh cinta terjadi karena proses yang cukup panjang, itulah proses yang seharusnya aku lewati secara alamiah dan manusiawi. Proses yang panjang itu ternyata tak terjadi, pertama kali aku melihatmu; aku tau suatu saat nanti kita bisa berada distatus yang lebih spesial. Aku terlalu penasaran ketika mengetahui kehadiranmu mulai mengisi kekosongan dihatiku. Kebahagiaanku mulai hadir ketika kamu menyapaku lebih dulu dalam pesan singkat. Semua begitu bahagia.... dulu.

Aku sudah berharap lebih. Kugantungkan harapanku padamu. Kuberikan sepenuhnya perhatianku untukmu. Sayangnya, semua hal itu seakan tak kaugubris. Kamu disampingku, tapi getaran yang kuciptakan seakan benar-benar tak kaurasakan. Kamu berada didekatku, namun segala perhatianku seperti menguap tak berbekas. Apakah kamu benar tidak memikirkan aku? Bukankah kata teman-temanmu, kamu adalah perenung yang seringkali menangis ketika memikirkan sesuatu yang begitu dalam? Temanmu bilang, kamu melankolis, senang memendam, dan enggan bertindak banyak. kamu lebih senang menunggu. Benarkah kamu memang menunggu? Apalagi yang kautunggu jika kausudah tau bahwa aku mencintaimu?

Senyummu adalah salah satu keteduhan yang paling ingin kulihat setiap hari. Dulu, aku berharap bisa menjadi salah satu sebab kautersenyum setiap hari, tapi ternyata harapku terlalu tinggi.

Semua telah berakhir. Tanpa ucapan pisah. Tanpa lambaian tangan. Tanpa kaujujur mengenai perasaanmu. Perjuanganku terhentikarena aku merasa tak pantas lagi berada di sisimu. Sudah ada seseorang yang baru, yang nampaknya lebih baik dan sempurna daripada aku. Tentu saja, jika dia tak sempurna--kautak akan memilih dia menjadi satu-satunya bagimu.

Setelah tau semua itu, apakah kamu pernah menilik sedikit saja perasaanku? Ini semua terasa aneh bagiku. Kita yang dulu sempat dekat, walaupun tak punya status apa-apa, meskipun berada dalam ketidakjelasan, tiba-tiba menjauh tanpa sebab. Aku yang terbiasa dengan sapaanmu di pesan singkat harus (terpaksa) ikhlas karena akhirnya kamu sibuk dengan kekasihmu. Aku berusaha meyakini diriku bahwa semua sudah berakhir dan aku tidak boleh lagi berharap jauh.

Jika aku bisa meminta langsung pada Tuhan, aku tak ingin perkenalan kita terjadi. Aku tak ingin mendengar suaramu ketika menyebutkan nama. Aku tak ingin membaca pesan singkatmu yang lugu, tapi manis. Sungguh, aku tak ingin segala hal manis itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji ini.

Kalau kauingin tau bagaimana perasaanku, seluruh kosakata dalam miliyaran bahasa tak mampu mendeskripsikan. Perasaan bukanlah susunan kata dan kalimat yang bisa dijelaskan dengan definisi dan arti. Perasaan adalah ruang paling dalam yang tak bisa tersentuh hanya dengan perkataan dan bualan. Aku lelah. Itulah perasaanku. Sudahkah kaupaham? Belum. Tentu saja. Apa pedulimu padaku? Aku tak pernah ada dalam matamu, aku selalu tak punya tempat dalam hatimu.

Setiap aku melihatmu dengannya; aku selaluberusaha menganggap semuanya baik-baik saja. Semua akan berakhir seiing berjalannya waktu. Aku membayangkan perasaanku yang suatu saat nanti pasti akan hilang, aku memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak ada lagi hal-hal penyebab aku menangis setiap malam. Namun... sampai kapan aku harus mencoba?

Sementara ini aja, aku tak kuat melihatmu menggenggam jemarinya. Sulit bagiku menerima kenyataan bahwa kamu yang begitu mencintaiku ternyata malah memilih pergi bersama yang lain. Tak mudah meyakinkan diriku sendiri untuk segera melupakanmu kemudian mencari pengganti.

Seandainya kamu bisa membaca perasaanku dan kamu bisa mengetahui isi otakku, mungkin hatimu yang beku akan segera mencair. Aku tak tau apa salahku sehingga kita yang baru saja kenal, baru saja mencicipi inta, tiba-tiba terhempas dari dunia mimpi ke dunia nyata. Tak penasarankah kamu pada nasib yang membiarkan kita kedinginan seorang diri tanpa teman dan kekasih?

Aku menulis in ketika mataku tak kuat lagi menangis. Aku menulis ini ketika mulutku tak mampu lagi berkeluh. Aku mengingatmu sebagai sosok yang pernah hadir, meskipun tak pernah benar-benar tinggal. Seandainya kautau perasaanku dan bisa membaca keajaiban dalam perjuanganku, mungkin kamu akan berbalik arah--memilihku sebagai tujuan. Tapi, aku hanya persinggahan, tempatmu meletakan segala kecemasan, lalu pergi tanpa janji untuk pulang.

Semoga kautau, aku berjuang, setiap hari untuk melupakanmu. Aku memaksa diriku agar membencimu, setiap hari, ketika klihat kamu bersama kekasih barumu. Aku berusaha keras, setiap hari, menerima kenyataan yang begitu kelam.

 Bisakah kaubayangkan rasanya jadi orang yang setiap hari terluka, hanya karena ia tak tau bagaimana perasaan orang yang mencintainya? Bisakah kaubayangkan rasanya jadi aku yang setiap harus melihatmu dengannya?

Bisakah kau bayangkan rasanya jadi seseorang yang setiap hari manahan tangisnya agar tetap terlihat baik-baik saja?

Kamu tak bisa. Tentu saja. Kamu tidak perasa.

-repostdwtsr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar